Skip to main content

Tak Selamanya Popularitas Tolak Ukur Kesuksesan


1. Bismillah. Assalamu'alaikum. KITA BUKAN SIAPA-SIAPA…

2. “Berapa banyak orang yang kusut dan berdebu, memakai pakaian yang lusuh yang tidak mengundang perhatian,

3. ... namun sekiranya dia bersumpah atas nama Allah, niscaya Allah akan mengabulkannya” (HR. Tirmidzi)

4. Sahabat…
Hari ini… Orang baik selalu diidentikkan dengan derma yang dilakukan dengan terang-terangan.

5. Kesuksesan selalu diukur dengan popularitas.

6. Kata sukses seolah hanya pantas disematkan pada mereka berulang-ulang kali muncul di tv karena telah melakukan ini dan itu.

7. Kemasyhuran itupun lantas melahirkan sifat angkuh, bangga diri, merasa bahwa diri telah berbuat banyak dan lebih dari orang lain.

8. Padahal…siapapun kita, sejujurnya kita bukan siapa-siapa.

9. Apalagi bila kita melihat kenyataan yang ada, dimana banyak sekali orang yang mungkin tidak pernah kita kenal sebelumnya.

10. Dan mungkin tidak akan pernah kita kenal untuk selamanya. Karena mereka memilih untuk tidak dikenal.

11. Di antara mereka ada yang jauh lebih baik dari kita, lebih terhormat, lebih banyak kebajikannnya,

12. ... lebih luas ilmunya dan juga lebih khusyuk penghambaan serta pengharapannya kepada Allah azza wa jalla.

13. Mereka selalu dipojokkan penduduk bumi, namun mereka mulia disisi penduduk langit.

13. Mereka mencintai pilihan hidup yang juga dicintai Allah dan rasul-Nya. Seperti dalam sabdanya:

14. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang smbunyi-sembunyi, miskin, bertaqwa lagi suka berbuat kebajikan”

15. Begitulah…
Jika mereka tidak ada, mereka tidak dicari orang.

16. Dan apabila mereka ada mereka tidak dikenali orang.

17. Sebuah pilihan hidup yang sulit ditengah ramainya manusia yang mengejar ke -aku- annya dengan beragam cara”.

18. Ditulis oleh Ustadz Aan Candra Thalib. Semoga manfa'at. Assalamu'alaikum.


Comments

Popular posts from this blog

Pesan M. Natsir Untuk Para Guru

Mohammad Natsir, salah satu Pahlawan Nasional, tampaknya percaya betul dengan ungkapan Dr. G.J. Nieuwenhuis: ”Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.” Menurut rumus ini, dua kata kunci kemajuan bangsa adalah “guru” dan “pengorbanan”. Maka, awal kebangkitan bangsa harus dimulai dengan mencetak “guru-guru yang suka berkorban”. Guru yang dimaksud Natsir bukan sekedar “guru pengajar dalam kelas formal”. Guru adalah para pemimpin, orang tua, dan juga pendidik. Guru adalah teladan. “Guru” adalah “digugu” (didengar) dan “ditiru” (dicontoh). Guru bukan sekedar terampil mengajar bagaimana menjawab soal Ujian Nasional, tetapi diri dan hidupnya harus menjadi contoh bagi murid-muridnya.

CTRL + Z

saya akan mengutip sebuah kata yang dipake tagline di buku Change-nya Rheinald Kasali. Dia bilang, “Sejauh apa pun kamu sudah melangkah, berbaliklah!”

Huruf Al-Quran Nggak Gundul Lagi

Jika kamu membaca Al-Qur'an asli yang diterbitkan pertama kali, yang disebut mushaf utsmani, dijamin seratus persen bakal pusing tujuh keliling. Masalahnya, huruf-hurf pada mushaf itu nggak disertai titik dan tanda baca atau harakat.  Kamu pasti akan kesulitan membedakan huruf ba yang memiliki satu titik dengan ta yang mempunyai dua titik. huruf sin dengan syin pun dijamin ketuker . Tidak hanya itu, mushaf itu juga nggak dibubuhi tanda fathah, kasrah, dan tanda lain, sehingga kamu akan kesulitan membaca vocal a,i, e, dan o.