Skip to main content

Memaksakan Kewajiban Tanpa Memberikan Pemahaman

Haruskah seorang anak selalu mengetahui mengapa ia harus mengerjakan suatu pekerjaan atau tugas yang diembankan kepadanya? Dalam situasi yang mendesak, kita diperbolehkan menuntut anak-anak kita untuk melaksanakan perintah tanpa harus memberi penjelasan terlebih dahulu pentingnya perintah-perintah itu dilakukan oleh mereka. Akan tetapi, dalam banyak kesempatan kita harus menjelaskan alasan-alasan itu dengan tenang, bijak, dan penuh penghargaan jika kita menginginkan mereka menuruti perintah kita. Dalam hal ini, kita bisa mengambil pelajaran dari contoh berikut:

Fakhri meminta ayahnya memakai mobil keluarga untuk melakukan rekreasi yang akan dilaksanakan hari kamis sore. Ayahnya menolak dengan mengatakan "tidak!" tanpa menjelaskan alasannya sama sekali. Fakhri merasa tidak suka dengan sikap kaku itu. Perasaan tidak suka itu phun akhirnya muncul dalam reaksimenolak membantu ayahnya mengurusi taman rumah.

Sebetulnya, ayah Fakhri bisa mengatakan "Ayah dan Ibu telah mengatur rekreasi yang akan kita lakukan pada hari kamis sore, kita memang membutuhkan mobil untuk acara itu. Akan tetapi, karena bensin sekarang mahal, untuk sementara kita tidak menggunakannya dahulu, kecuali untuk acara-acara tertentu." Dengan kalimat itu, boleh jadi Fakhri akan memahami sikap ayahnya dengan lapang dada.

Upaya menghormati anak, dengan cara meyakinkannya dan tidak melarangnya secara menyeramkan, adalah hal yang sangat penting untuk kita pegang teguh. Berikut adalah contoh lain yang menjelaskan betapa penting meyakinkan anak dan tidak membuatnya ketakutan sehingga ia responsif terhadap kita.

Sabila adalah gadis cilik berusia sembilan tahun. Ia ingin menggambar dengan tinta hitam sebagai tugas ekstrakulikuler. Rencananya, gambar itu akan ia tempel pada majalah dinding di kelasnya. Dengan karyanya itu, ia berharap akan mendapatkan nilai.

Sabila kemudian menemui ayahnya untuk meminta tinta hitam itu. Pada saat itu, ayahnya bisa saja menolak permintaan tersebut. Alasannya, mungkin tinta itu akan tumpah dan mengotori karp3t kamar saat Sabila menggunakannya. Akan tetapi sang ayah b3rpikir, jika ia melakukan hal itu, pasti anaknya akan memberontak dan marah. Selain itu, perdebatan sengit antara dirinya dan putrinya yang ingin mendapatkan tinta itu phn bisa terjadi. Atas pertimbangan itu, Ayah Sabila memutuskan untuk menjelaskan alasannya tidak mengizinkan penggunaan tinta itu.

"Bukankah lebih baik jika kamu menggunakan pensil warna? Ayah khawatir, jika tumpah, tinta itu akan mengotori karpet dan susah dibersihkan." kata sang ayah.

"Tapi aku ingin garis-garis yang indah dan jelas. Tinta hitam akan sangat membantuku mewujudkannya. Aku mohon Ayah, ayah bisa memberikan tinta itu," Sabila menjawab.

"Mungkin juga kamu malah m3rusak gambar yang kamu buat itu jika kamu tidak hati-hati menggunakannya. Jika tinta itu tumpah,kamu terpaksa harus membuatnya lagi dari awal, kan?" jelas si ayah.

"Aku akan sangat hati-hati. Tinta itu tidak akan tumpah," gadis itu bersikeras.

Akhirnya si Ayah setuju seraya mengatakan, terserah kamu,kalau begitu, silahkan ambil tinta dan pulpennya dari meja ayah. Ayah akan duduk untuk mengawasi kamu. Kamu buat saja gambar itu di atas kertas draft. Hati-hati ya!"

Setelah itu, tiba-tiba saja Sabila menarik kembali putusannya. Ia khawatir malah akan membuang banyak waktu saat melakukan percobaan menggambar, Ia juga berpikir, mungkin saja ia merusak gambar yang ia buat sehingga harus membuatnya lagi dari awal. Akhirnya, sabila berkata kepada Ayahnya, "kupikir, ayah benar saat mengatakan bahwa aku mungkin akan mengotori karpet. Aku lebih baik menggunakan pensil warna yang kubeli pekan lalu.

Dalam kasus tersebut, kita bisa melihat, ayah Sabila tidak melarang anaknya dengan cara menakutkan. Padahal, ia bisa saja berkata, " Kamu akan membiarkan botol tinta terbuka seperti kebiasaan kamu, kemudian tumpah. " Ia bisa juga berkata, "kamu kadang-kadang lalai sehingga tinta tumpah di karpet dan merusaknya." Tetapi, ayah Sabila lebih memilih cara yang dapat meyakinkan anaknya sembari mempertimbangkan perasaan anaknya itu dengan mengatakan, "Mungkin kamu malah merusak gambar yang kamu buat itu jika kamu tidak hati-hati menggunakannya. Jika tinta itu tumpah, kamu terpaksa harus membuatnya lagi dari awal, kan?"

Dalam hal ini, si ahah membuat anaknya menghindari sendiri penggunaan tinta hitam karena boleh jadi hanya akan m3rusak pekerjaan yang sudah mulai dibuat anaknya tersebut. Oleh karena itu, si anak pun berpikir akan menarik kembali gagasannya tanpa tekanan dari ayahnya. Ia memilih sendiri caara yang lebih aman dalam menggambar dengan cara menggunakan pensil warna.

Oleh : Muhammad Rasyid Dimas

Comments

Popular posts from this blog

Pesan M. Natsir Untuk Para Guru

Mohammad Natsir, salah satu Pahlawan Nasional, tampaknya percaya betul dengan ungkapan Dr. G.J. Nieuwenhuis: ”Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.” Menurut rumus ini, dua kata kunci kemajuan bangsa adalah “guru” dan “pengorbanan”. Maka, awal kebangkitan bangsa harus dimulai dengan mencetak “guru-guru yang suka berkorban”. Guru yang dimaksud Natsir bukan sekedar “guru pengajar dalam kelas formal”. Guru adalah para pemimpin, orang tua, dan juga pendidik. Guru adalah teladan. “Guru” adalah “digugu” (didengar) dan “ditiru” (dicontoh). Guru bukan sekedar terampil mengajar bagaimana menjawab soal Ujian Nasional, tetapi diri dan hidupnya harus menjadi contoh bagi murid-muridnya.

CTRL + Z

saya akan mengutip sebuah kata yang dipake tagline di buku Change-nya Rheinald Kasali. Dia bilang, “Sejauh apa pun kamu sudah melangkah, berbaliklah!”

Huruf Al-Quran Nggak Gundul Lagi

Jika kamu membaca Al-Qur'an asli yang diterbitkan pertama kali, yang disebut mushaf utsmani, dijamin seratus persen bakal pusing tujuh keliling. Masalahnya, huruf-hurf pada mushaf itu nggak disertai titik dan tanda baca atau harakat.  Kamu pasti akan kesulitan membedakan huruf ba yang memiliki satu titik dengan ta yang mempunyai dua titik. huruf sin dengan syin pun dijamin ketuker . Tidak hanya itu, mushaf itu juga nggak dibubuhi tanda fathah, kasrah, dan tanda lain, sehingga kamu akan kesulitan membaca vocal a,i, e, dan o.