Skip to main content

Tulisan Prof Daniel Tentang Sekolah Rumah


Taruhan besar bangsa ini ada di RUMAH, 




Kemdikbud tdk bisa kita biarkan meletakkan taruhan masa depan bangsa ini di sekolah apalagi kurikulum 

Tapi kita lihat saat ini barat sdg terhuyung2 didera krisis, kita hrs belajar dr kesalahan barat 

Kita mengadopsi konsep sekolah dr dunia barat 

Barat jelas lebih tersekolahkan drpd bangsa ini 

Pendidikan non formal dan informal perlu lebih dihargai dan diperjuangkan

Ijazah bukan bukti kompetensi yang meyakinkan 

Syarat formalistik ijazah unt berbgai jabatan harus kita buang

Semangat belajar mandiri atau otodidak perlu dipromosikan dan dihargai 

Padahlyg terjdi sebaliknya, makin tdk terdidik, tidak sehat, tidak tertib

Ini logika sekolah: makin banyak sekolah makin terdidik, makin banyak RS, makin sehat, makin banyak kantor polisi, makin tertib

Sekolah di rumah berfokus pada pemberdayaan diri dan keluarga


Keluarga adalah model SOLE (self organized learning environment) terbaik yg pernah diciptakan di planet ini

Setuju dg self organized learning environment nya sugana mitra, prof tek pendidikan

Keluarga di rumahlah yg menyiapkan sarapan dan makan malam

Kurikulum hanya resep makan siang di wrung dekat rumah yg disebut sekolah 

Memperkuat keluarga jauh lebih efektif untuk mendidik warga muda

Taruhan terbesar kita justru kepada keluarga di rumah

Kemdikbud keliru saat meletakkn taruhan masa depn bangsa ini di sekolah apalagi kurikulum

Begitu pendidikan diartikan lebih luas dan tak hanya sekolah, pendidikan justru lebih mudah diakses 

Begitu pendidikan diartikan sama dengan persekolahan dan dimonopoli sekolah, pendidikn justru barang langka

Google sudah banyak menggantikan guru, tembok sekolah lambat tp pasti bertumbangan di terjng internet

Di abad internet ini belajar sbg jantung sekolah kian tak membutuhkan sekolah

By : Septi pw
sumber : chirpstory.com

Comments

Popular posts from this blog

Pesan M. Natsir Untuk Para Guru

Mohammad Natsir, salah satu Pahlawan Nasional, tampaknya percaya betul dengan ungkapan Dr. G.J. Nieuwenhuis: ”Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.” Menurut rumus ini, dua kata kunci kemajuan bangsa adalah “guru” dan “pengorbanan”. Maka, awal kebangkitan bangsa harus dimulai dengan mencetak “guru-guru yang suka berkorban”. Guru yang dimaksud Natsir bukan sekedar “guru pengajar dalam kelas formal”. Guru adalah para pemimpin, orang tua, dan juga pendidik. Guru adalah teladan. “Guru” adalah “digugu” (didengar) dan “ditiru” (dicontoh). Guru bukan sekedar terampil mengajar bagaimana menjawab soal Ujian Nasional, tetapi diri dan hidupnya harus menjadi contoh bagi murid-muridnya.

CTRL + Z

saya akan mengutip sebuah kata yang dipake tagline di buku Change-nya Rheinald Kasali. Dia bilang, “Sejauh apa pun kamu sudah melangkah, berbaliklah!”

Huruf Al-Quran Nggak Gundul Lagi

Jika kamu membaca Al-Qur'an asli yang diterbitkan pertama kali, yang disebut mushaf utsmani, dijamin seratus persen bakal pusing tujuh keliling. Masalahnya, huruf-hurf pada mushaf itu nggak disertai titik dan tanda baca atau harakat.  Kamu pasti akan kesulitan membedakan huruf ba yang memiliki satu titik dengan ta yang mempunyai dua titik. huruf sin dengan syin pun dijamin ketuker . Tidak hanya itu, mushaf itu juga nggak dibubuhi tanda fathah, kasrah, dan tanda lain, sehingga kamu akan kesulitan membaca vocal a,i, e, dan o.