Skip to main content

Penemuan Besar Gara Gara Kesasar


Ratusan tahun lalu, Amerika cuma hutan belantara dan
padang rumput. Di sana, belum ada pusat perfilman
Hollywood, nggak ada lembah silikon penghasil teknologi
tinggi, atau gedung pencakar langit, Empire State Bulding.
Kita hanya bisa menyaksikan pohon-pohon tinggi,
bebatuan, dan tanah-tanah nggak bertuan yang diselimuti
salju tebal di setiap musim dingin. Daratan luas itu cuma
dihuni beberapa suku Indian. Tetapi, keadaan segera
berubah setelah seorang pengembara Eropa nyasar ke
tanah itu. Pengembara itu bernama Columbus.



Columbus mulai ingin menjadi pelaut ketika melihat
peta-peta perjalanan mertuanya yang seorang pelaut. Dari
peta-peta itu, Columbus mulai berpikir tentang anggapan
bahwa dunia itu bulat. Jika dia berlayar ke barat, dia akan
tiba di tempat semula dari timur. Muncullah keinginannya
untuk berlayar mengelilingi dunia. Dia ingin membuktikan
benar-nggak kalau bumi itu bulat.
Untuk mewujudkan impiannya itu, Columbus mulai
mencari sponsor. Columbus mencoba mempresentasikan
gagasannya di hadapan Raja Portugis. Yang didapat dari
sang raja bukan dukungan, melainkan cacian, “Columbus,
kamu ini gila, ya? Bumi itu datar, tahu! Kalau berlayar
terus, kamu bakal masuk ke jurang yang dalam!” Memang,
orang saat itu masih beranggapan bahwa bumi itu datar
seperti meja.

Columbus nggak patah arang. Dia pergi ke Spanyol
untuk merayu Raja Ferdinand dan Ratu Isabella. Dia
mencoba meyakinkan bahwa perjalanannya ke Asia bisa
mendatangkan keuntungan besar karena kerajaan Spanyol
bisa mendapatkan sutra, emas, dan kekayaan lain yang
melimpah dari Asia. Ternyata, rayuan itu ampuh dan
membuat Raja Ferdinand serta Isabella ngiler. Raja
Ferdinand dan Isabella bersedia menjadi sponsor tunggal
dan mendanai impian Columbus.

Pada Agustus 1492, Columbus berlayar menggunakan
3 buah kapal dan 87 orang awak kapal. Columbus
berlayar menuju Cina dan India. Asia berada di sebelah
timur, tetapi Columbus berlayar ke arah barat. Dia yakin
akan tetep sampe di tujuan sebab dia yakin bumi ini bulat.
Setelah berlayar hampir 2 bulan, tepatnya 12 Oktober
1492, Rodrigo de Triana—seorang awak kapal Colum-
bus—berteriak bahwa mereka sudah sampe di tujuan.
Dengan pede, Columbus mengatakan bahwa dia sudah
sampe di India Timur. Di sana, mereka bertemu dengan
penduduk asli pulau tersebut. Columbus menyebut
mereka sebagai “Indian” yang artinya penduduk India.
Sebagai balas budi kepada sang sponsor, dia tancapkan
bendera sebagai tanda bahwa kini pulau ini milik Raja
Ferdinand dan Ratu Isabella.

Pelayaran itu mengangkat nama Columbus menjadi
seorang pahlawan yang menemukan dunia baru bernama
India. Sejak itulah, orang-orang Eropa berduyun-duyun
menuju tanah baru itu. Perubahan pun segera terjadi di
sana.
Sekarang, kita hanya tersenyum geli menyimak cerita
Columbus itu. Soalnya, kita kini tahu bahwa Columbus
nggak pernah sampe ke Asia atau India. Dia cuma
mendarat di Kepulauan Bahamas di Amerika. Columbus
salah sangka.

Akan tetapi, yang salah sangka bukan cuma Columbus.
Orang sedunia juga salah sangka. Mereka menganggap
bahwa Columbus penemu Benua Amerika. Padahal, 20
ribu tahun lalu, orang Asia sudah sampe di bagian utara
Amerika. Merekalah yang disebut Indian oleh Columbus.
Ribuan tahun setelah orang Indian itu, orang-orang
Viking dari Eropa mendarat di benua tersebut. Pada waktu
yang hampir bersamaan dengan Columbus, seorang
pelaut bernama Americus Vespucius berhasil menginjakkan
kakinya di benua ini. Nama Benua Amerika pun diambil
dari namanya.

Columbus nggak tahu, beberapa abad kemudian,
pelayarannya yang nyasar itu mengubah sejarah. Amerika
berubah menjadi tanah yang dipenuhi orang-orang bule
migran dari Eropa. Mereka menggantikan penduduk asli
yang terus tersingkir. Kalau aja Columbus nggak salah
alamat, mungkin Amerika nggak bakal kayak sekarang.
---Irfan Amalee

Comments

Popular posts from this blog

Pesan M. Natsir Untuk Para Guru

Mohammad Natsir, salah satu Pahlawan Nasional, tampaknya percaya betul dengan ungkapan Dr. G.J. Nieuwenhuis: ”Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.” Menurut rumus ini, dua kata kunci kemajuan bangsa adalah “guru” dan “pengorbanan”. Maka, awal kebangkitan bangsa harus dimulai dengan mencetak “guru-guru yang suka berkorban”. Guru yang dimaksud Natsir bukan sekedar “guru pengajar dalam kelas formal”. Guru adalah para pemimpin, orang tua, dan juga pendidik. Guru adalah teladan. “Guru” adalah “digugu” (didengar) dan “ditiru” (dicontoh). Guru bukan sekedar terampil mengajar bagaimana menjawab soal Ujian Nasional, tetapi diri dan hidupnya harus menjadi contoh bagi murid-muridnya.

CTRL + Z

saya akan mengutip sebuah kata yang dipake tagline di buku Change-nya Rheinald Kasali. Dia bilang, “Sejauh apa pun kamu sudah melangkah, berbaliklah!”

Huruf Al-Quran Nggak Gundul Lagi

Jika kamu membaca Al-Qur'an asli yang diterbitkan pertama kali, yang disebut mushaf utsmani, dijamin seratus persen bakal pusing tujuh keliling. Masalahnya, huruf-hurf pada mushaf itu nggak disertai titik dan tanda baca atau harakat.  Kamu pasti akan kesulitan membedakan huruf ba yang memiliki satu titik dengan ta yang mempunyai dua titik. huruf sin dengan syin pun dijamin ketuker . Tidak hanya itu, mushaf itu juga nggak dibubuhi tanda fathah, kasrah, dan tanda lain, sehingga kamu akan kesulitan membaca vocal a,i, e, dan o.