Skip to main content

Mesin Canggih dari kesalahan Kecil



Terima kasih, Gutenberg!
Ucapan itu harus kita sampaikan kepada si Penemu Mesin
Cetak Modern itu. Karena kesalahan yang dilakukan




Gutenberg-lah, mesin cetak modern ditemukan dan
semua manusia menikmati kemudahan dalam dunia
cetak-mencetak. Bahkan, penemuan mesin cetak modern
oleh Gutenberg menjadi tonggak awal bergulirnya era
informasi yang telah mengubah wajah dunia. Ternyata …
semua itu bermula dari sebuah kesalahan kecil yang nggak
disengaja.

Sebelum mesin cetak modern ditemukan, orang-orang
mencetak buku dengan cara yang cukup melelahkan.
Mula-mula, lembaran tulisan yang akan dicetak diukir
pada sebuah papan kayu. Huruf-huruf diukir dengan
terbalik! Kebayang, kan, sulitnya? Kayu itu diolesi tinta.

Setelah tinta rata pada permukaannya, papan itu ditekan-
kan pada lembaran-lembaran kertas. Jika buku itu terdiri
dari 100 halaman, si pengukir harus membuat seratus
ukiran. Huh, melelahkan sekali, ya?
Kesulitan paling tinggi dalam proses ini adalah mengukir
dengan huruf yang terbalik. Makanya, pada proses ini
sering kali terjadi kesalahan. Dan itulah yang dialami oleh
Gutenberg.
Pada suatu hari, dia mengukir sebuah balok kayu
dengan serius. Dia hanya perlu mengukirkan beberapa
huruf lagi sebelum menyelesaikan ukiran untuk satu
halaman. Tetapi, ups! Ternyata, ada satu huruf yang salah!
Wah, betapa kesalnya Gutenberg.
Kesalahan satu huruf pada proses ini mengharuskan dia
mengulang ukirannya lagi dari awal pada sebuah kayu
yang baru. Tetapi, Gutenberg mencoba berpikir untuk
mencari jalan lain yang mungkin lebih ringan. “Tring!” Dia
mendapat ide. Gutenberg mencukil huruf yang salah itu
dan menggantinya dengan huruf yang benar yang dia buat
pada sebuah keping kayu kecil.
Keping kayu kecil! Keping huruf kecil! Keping huruf
pada kayu kecil! Kesalahan yang baru aja dilakukan
membuat Gutenberg berpikir tentang satu hal. Ya,
Gutenberg sadar bahwa ia nggak usah mengukir huruf-
huruf pada balok baru setiap kali dia akan mencetak
sesuatu. Jika memiliki banyak keping huruf, dia tinggal
menggabungkannya hingga menjadi kata, kalimat, dan
lembaran-lembaran buku. Eureka!
Kesalahan yang dilakukan telah menyadarkan bahwa
selama ini Gutenberg melakukan pekerjaan yang nggak

efektif. Kesalahan itu memberi tahu bahwa ada cara yang
lebih efektif.
Dari sanalah, Gutenberg mengembangkan sistem tip.
Tip adalah balok kayu kecil dengan satu huruf yang terukir.
Kini, dia nggak usah mengukir tulisan pada balok kayu baru
setiap akan mencetak. Dia tinggal menggabungkan tip-tip
kecil itu dan mencopotnya kembali ketika selesai mencetak.
Selanjutnya, tip itu nggak dibuat lagi dari kayu,
melainkan dari logam. Seorang petugas yang disebut
kompositor menyusun huruf-huruf itu menjadi halaman-
halaman buku. Penyusunan huruf oleh kompositor
sangatlah lama sebab dilakukan secara manual. Untuk
mempercepatnya, diciptakanlah mesin penyusun huruf
yang disebut Linotype.
Jika dulu balok kayu ditekan pada kertas menggunakan
tangan, Gutenberg mencoba melakukan kesalahan yang
lain. Dia gunakan mesin yang salah untuk mempercepat
pekerjaannya. Dia menggunakan mesin pemeras anggur.
Alat ini menghasilkan cetakan yang lebih jelas daripada
yang dilakukan oleh tangan sebab mesin ini memiliki daya
tekan yang kuat.
Sekarang, buku yang saya tulis ini dicetak dengan cara
yang dulu dirintis dari kesalahan Gutenberg. Berkat
kesalahan itu, kamu bisa membaca buku ini. Karena itu,
kita harus sama-sama say thank kepada Gutenberg: Terima
kasih atas kesalahan yang kamu lakukan, Gutenberg!

--Irfan Amalee

Comments

Popular posts from this blog

Pesan M. Natsir Untuk Para Guru

Mohammad Natsir, salah satu Pahlawan Nasional, tampaknya percaya betul dengan ungkapan Dr. G.J. Nieuwenhuis: ”Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.” Menurut rumus ini, dua kata kunci kemajuan bangsa adalah “guru” dan “pengorbanan”. Maka, awal kebangkitan bangsa harus dimulai dengan mencetak “guru-guru yang suka berkorban”. Guru yang dimaksud Natsir bukan sekedar “guru pengajar dalam kelas formal”. Guru adalah para pemimpin, orang tua, dan juga pendidik. Guru adalah teladan. “Guru” adalah “digugu” (didengar) dan “ditiru” (dicontoh). Guru bukan sekedar terampil mengajar bagaimana menjawab soal Ujian Nasional, tetapi diri dan hidupnya harus menjadi contoh bagi murid-muridnya.

CTRL + Z

saya akan mengutip sebuah kata yang dipake tagline di buku Change-nya Rheinald Kasali. Dia bilang, “Sejauh apa pun kamu sudah melangkah, berbaliklah!”

Huruf Al-Quran Nggak Gundul Lagi

Jika kamu membaca Al-Qur'an asli yang diterbitkan pertama kali, yang disebut mushaf utsmani, dijamin seratus persen bakal pusing tujuh keliling. Masalahnya, huruf-hurf pada mushaf itu nggak disertai titik dan tanda baca atau harakat.  Kamu pasti akan kesulitan membedakan huruf ba yang memiliki satu titik dengan ta yang mempunyai dua titik. huruf sin dengan syin pun dijamin ketuker . Tidak hanya itu, mushaf itu juga nggak dibubuhi tanda fathah, kasrah, dan tanda lain, sehingga kamu akan kesulitan membaca vocal a,i, e, dan o.