Skip to main content

Beginilah Kota Suci itu ditaklukan


PERANG berdarah berkecamuk di Yarmuk. Tentara Romawi bertempur dengan keras, tetapi tentara Islam mampu mengungguli mereka.

Akhirnya militer Romawi terdesak. Kaum muslimin semakin maju. Tentara Romawi menghentikan serangan mereka dan melarikan diri. Panglima tentara muslim, Abu Ubaidah, berhasil memetik kemenangan mutlak atas mush-musuhnya. Kota demi kota, wilayah demi wilayah membuka pintu gerbangnya di hadapan panglima yang gagah berani itu. Akhirnya Abu Ubaidah berhasil mengepung wilayah Yerussalem.



Kota tua ini dihuni oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani dan menganggapnya sebagai kota suci, demikian halnya kaum muslimin. Oleh karena itu Abu Ubaidah hanya sekedar mengepung kota itu dan tidak berusaha untuk melakukan penyerangan. Dia mengirimkan seorang utusan untuk menemui penguasa kota, memintanya agar menyerahkan diri sehingga bisa menghindarkan pertempuran darah di kota suci itu.

Penguasa Kristen kota Yerusalem mengirimkan seorang utusan balasan kepada Abu Ubaidah dan mengatakan, "Bila Khalifah Umar sendiri yang datang, kami siap untuk menyerahkan kota ini kepadanya. Kalau tidak kami akan melakukan perlawanan hingga titik darah penghabisan, bahkan meski kami harus binasa untuk itu."

Abu Ubaidah melaporkan dengan rinci tuntutan penguasa Yerusalem itu kepada khalifah Umar di Madinah. Setelah menerima surat tersebut. Umar memutuskan untuk berangkat ke Yerussalem. Ia mempersiapkan semua keperluan untuk keberangkatannya ke kota suci itu.

Namun persiapan apakah yang Umar lakukan? Dengan hanya membawa seorang budak, satu unta dan dengan mengenakan busana sederhana ia pergi ke Yerusalem, Khalifah yang jari telunjuknya dihiasi oleh mahkota kerajaan dan kekaisaran itu melebur dalam debu padang pasir laksana daun pepohonan di musim gugur yang bergoyang ditiup badai dan topan. Perjalanan antara Madinah dan Yerusalem harus menempuh jarak lebih dari dua ratus mil; dan jalan yang harus dilalui penuh dengan rintangan, gurun pasir yang belum tersentuh orang, dan perbukitan yang terjal.

Umar menempuh perjalanan ini dengan cara amat bersahaja. Langit yang tak bermendung menyemburkan api di bawah matahari gurun, dan pasir Sahara yang terbentang luas layaknya berubah menjadi lautan api yang menyala-nyala. Meski demikian, khalifah yang termasyhur pemberani itu tetap dan ditemani seorang budak. Unta yang mereka tunggangi tampak enggan berjalan bila tidak ada yang memegang kendalinya. Sehingga bila Umar yang menaiki punggung unta, maka budaknya harus berjalan kaki dan menggiring binatang itu. Tetapi Umar bergumam dalam hati, "Bukankah seorang budak juga hamba Allah sepertiku?"

Lalu ia turun dari punggung unta dan menyuruh budaknya untuk naik menggantikan dirinya, kemudian Umar mengambil alih kendali unta dan menuntunnya. Dengan cara bergantian seperti itu, khalifah dan budaknya menempuh perjalan berhari-hari.

Akhirnya mereka mendekati tempat tujuan dan Yerusalem sudah terlihat di depan mata. Penguasa Yerusalem dan Abu Ubaidah sudah menunggu untuk menyambut sang khalifah. Mereka bisa mengenali unta khalifah yang tampak di kejauhan, dan dengan penuh kegembiraan mereka menyambut kedatangannya. 

Unta khalifah lambat laun berjalan kian mendekat. Kali itu adalah  giliran si budak yang menaiki unta dan Umar menghela tali kekangnya. Sembari menghela tunggangannya Khalifah mendekati para penyambutnya. Penguasa Kristen melangkah maju untuk memberikan penghormatan kepada si budak yang berada di atas unta. Namun sebelum itu terjadi, seorang penerjemah menujukkan yang mana sebenarnya Umar sang khalifah.

Tatkala ribuan orang dengan penuh keingintahuan menyaksikan peristiwa tersebut, Umar melepas tali kekang untanya dan menjabat tangan penguasa Yerusalem. Keduanya saling memberi penghormatan dan kemudian dengan saling berpegang tangan keduanya memasuki kota suciitu sembari mendiskusikan peranan dan pengaruh kita itu sepanjang sejarah.[]

--Hirak Har (Sirat-i-Omrain)

Comments

Popular posts from this blog

Pesan M. Natsir Untuk Para Guru

Mohammad Natsir, salah satu Pahlawan Nasional, tampaknya percaya betul dengan ungkapan Dr. G.J. Nieuwenhuis: ”Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.” Menurut rumus ini, dua kata kunci kemajuan bangsa adalah “guru” dan “pengorbanan”. Maka, awal kebangkitan bangsa harus dimulai dengan mencetak “guru-guru yang suka berkorban”. Guru yang dimaksud Natsir bukan sekedar “guru pengajar dalam kelas formal”. Guru adalah para pemimpin, orang tua, dan juga pendidik. Guru adalah teladan. “Guru” adalah “digugu” (didengar) dan “ditiru” (dicontoh). Guru bukan sekedar terampil mengajar bagaimana menjawab soal Ujian Nasional, tetapi diri dan hidupnya harus menjadi contoh bagi murid-muridnya.

CTRL + Z

saya akan mengutip sebuah kata yang dipake tagline di buku Change-nya Rheinald Kasali. Dia bilang, “Sejauh apa pun kamu sudah melangkah, berbaliklah!”

Huruf Al-Quran Nggak Gundul Lagi

Jika kamu membaca Al-Qur'an asli yang diterbitkan pertama kali, yang disebut mushaf utsmani, dijamin seratus persen bakal pusing tujuh keliling. Masalahnya, huruf-hurf pada mushaf itu nggak disertai titik dan tanda baca atau harakat.  Kamu pasti akan kesulitan membedakan huruf ba yang memiliki satu titik dengan ta yang mempunyai dua titik. huruf sin dengan syin pun dijamin ketuker . Tidak hanya itu, mushaf itu juga nggak dibubuhi tanda fathah, kasrah, dan tanda lain, sehingga kamu akan kesulitan membaca vocal a,i, e, dan o.