Orang sekelas Einstein aja pernah bikin salah. “Kesalahan terbesar dalam hidupku adalah ketika menandatangani surat persetujuan dengan Presiden AS Roosevelt untuk membuat bom atom,” begitu Einstein menyesali kesalahannya. Penyesalan itu begitu dalam di hati Einstein hingga dia menyebutnya “great mistake in my life”.
Keputusannya itu telah menyebabkan ribuan penduduk Hirosima dan Nagasaki mati dihantam bom atom. Sampe-sampe, Einstein harus menyesali profesinya sebagai ilmuwan fisika. “Kalau jadinya bakal begini, mendingan saya jadi tukang sepatu aja, deh,” begitu katanya. Jika Einstein masih hidup, dia akan lebih menyesal melihat pengembangan teknologi nuklir yang terus jadi mimpi buruk bagi kehidupan manusia. Berbagai negeri mengembangkan teknologi ini—selain untuk sumber energi, juga untuk menakut-nakuti negara lain.
Pengolahan tenaga nuklir juga sudah menghasilkan sampah nuklir yang berserakan di bumi ini. Padahal, sampah nuklir itu bisa menimbulkan bahaya yang serius buat kehidupan manusia. Proses pengembangan teknologi nuklir juga sudah mencatat sejumlah bencana yang begitu dahsyat, seperti yang terjadi di sebuah reaktor nuklir di Kota Chernobyl, Ukraina, pada 26 April 1989. Saat itu, seorang teknisi muda yang nggak berpengalaman kebagian piket. Konon,si operator itu menjalankan tugasnya dalam kondisi lelah sehingga nggak teliti dalam mengontrol keadaan monitor di reaktor tersebut.
Keteledorannya itu mengakibatkan reaktor itu meledak dan menyebabkan radiasi yang skalanya 40 kali lipat lebih dahsyat dari radiasi yang
dipancarkan oleh bom atom di Hirosima dan Nagasaki! Efek dari radiasi nuklir itu awet hingga bertahun-tahun lamanya. Radiasi nuklir bisa menyebabkan kelainan pada tubuh manusia dan terus diwariskan kepada generasi berikutnya.
Menurut data, bertahun-tahun setelah tragedi Chernobyl itu, angka kelahiran di daerah yang teradiasi terus menurun drastis hingga 40%. Tingkat kematian orang Ukraina pun terus meningkat. Sebelum kejadian ini, tingkat kematian 9/1000 orang setiap tahunnya. Tetapi, 9 tahun setelah kejadian itu, tingkat kematian meningkat menjadi 15/100 setiap tahunnya. Berarti, meningkat hampir 80%.
Belum lagi berbagai wabah penyakit yang bermunculan. Ribuan orang menderita hanya gara-gara keteledoran seorang manusia.Di dunia kedokteran, keteledoran juga bikin berabe. Sebagai contoh, pada 1997, seorang pasien bernama Koesniati Koesnin meninggal dunia akibat sebuah gunting tertinggal di rahim pascaoperasi kanker rahim. Kalau lupa gunting ketinggalan di kantor, sih, nggak apa-apa. Iniketinggalan di perut orang, Man! Wah, ini, sih, keterlaluan. Kasus seperti ini di dunia kedokteran sering disebut malapraktik.
Kasus malapraktik ini kembali rame dibicarain orang setelah Sukma Ayu, putri Nani Wijawa, meninggal dengan dugaan malapraktik. Pada 2004, kasus malapraktitk di Indonesia setidaknya sudah memakan korban 20 pasien.
Berarti, paling nggak, 20 orang menderita gara-gara keteledoran dokter.Di Jakarta, keteledoran seorang nenek menyebabkan rumah dua RT habis dilalap api. Si nenek yang sedang masak meninggalkan kompor yang terus menyala dan malah asyik ngobrol dengan anaknya. Akibatnya, kompornya mleduk dan membakar sekitar 120 rumah, termasuk si nenek. Sementara di Kalimantan, para penjaga tambang minyak yang asyik nonton piala dunia menyebabkan kebocoran minyak terus merembes hingga mencemari tanah orang sedesa. Kalau kita sebut satu per satu, ada jutaan kasus di muka bumi ini yang memilukan hanya gara-gara keteledoran.
Sebetulnya, semua itu nggak perlu terjadi kalau kita tahu betul potensi kita berbuat salah dan kita segera mengantisipasinya.
---Irfan Amalee
Comments
Post a Comment